Terancam SPKA Dikriminalisasi, Pegawai Ancam Akan Lakukan Mogok Kerja

[10/3]. Kisah tuntutan SPKA agar KAI menghapus aturan pernikahan bagi pekerja KAI semakin panjang. Puluhan ribu pekerja KAI yang tergabung dalam Serikat Pekerja Kereta Api (SPKA) mengancam akan melakukan mogok kerja. Langkah tersebut akan dilakukan apabila direksi KAI tidak mau mencabut laporan yang ditujukan kepada pengurus SPKA atas tuduhan pencemaran nama baik pada November 2019 lalu.

Pelaporan dilakukan pada saat SPKA melakukan konferensi pers mengenai tuntutan kepada KAI mengenai aturan pernikahan pekerja KAI. Dikutip dari Suara Merdeka, Ketua Tim Advokasi SPKA Jawa dan Sumatera Asep Dedi mengatakan jika tuntutan tak dipenuhi maka SPKA akan melakukan mogok kerja sebagaimana mandat jajaran DPD SPKA Jawa dan Sumatera.

Pengukuhan Tim Advokasi SPKA yang dilakukan di Lawang Sewu, Semarang pada Jumat (6/3) lalu | Suara Merdeka

Ia juga mengatakan pihaknya sudah mengirimkan somasi sekaligus mengklarifikasi kepada direksi KAI mengenai laporan kepada pihak kepolisian pada 3 Februari lalu namun tak mendapat respon dari direksi. Kemudian pada 19 Februari pihaknya kembali mengirimkan surat dengan tembusan ke Presiden, Menteri BUMN, Menteri Perhubungan, DPR, Kapolri, Dewan Direksi KAI, dan Dewan Komisaris KAI perihal penegasan surat klarifikasi yang sebelumnya dikirim, namun tidak ditanggapi juga oleh pihak direksi.

Asep didampingi Sekretaris Tim Advokasi SPKA, Gatot Joko Prasetyo menegasakan tidak ditanggapinya surat tersebut membuktikan tidak adanya itikad baik dari pihak direksi dan memiliki indikasi melanggar hukum karena tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 19/ 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara di mana dalam aturan tersebut diatur bahwa direksi wajib mengelola perusahaan BUMN dengan itikad baik.

Pihaknya berharap KAI dapat memenuhi permintaannya untuk mencabut laporan di Polda Metro Jaya. Jika tuntutan tak dipenuhi SPKA akan melakukan mogok kerja dalam waktu dekat.

Sebelumnya SPKA pada Juni 2019 juga telah memprotes aturan pernikahan di PT KAI. Aturan pernikahan yang dimaksud kala itu adalah kebijakan mutasi pasutri. Aturan ini diprotes karena membuat pasangan suami-istri terpisah di tempat yang berjauhan.

(RED/BTS)

—————–

Terima kasih sudah mempercayakan kami sebagai referensi berita perkeretaapian Anda. Dengan misi sebagai media perkeretaapian yang independen dan faktual, RE Digest hingga saat ini beroperasi dengan biaya pribadi dari masing-masing Tim REDaksi.

Oleh karena itu, kami meminta sedikit bantuan: hanya dengan Rp 5000 tiap bulannya, Anda sudah membantu kami untuk tetap beroperasi dan menjadi lebih baik. Sampaikan dukungan dan donasi Anda melalui link Trakteer kami di bawah ini.

donasi Trakteer

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.